7:04 PM

Pada Sebuah Senja

Apa sih kebahagiaan itu? Begitu mahalkah? Atau tak berbandrol? Karena memang kebahagiaan tidak bisa dihargai. Hingga begitu banyak orang berencana jauh hari untuk berekreasi. Menjelajah jalan darat, laut, dan udara. Melintas pulau, pesisir, dan benua. Mengukur jalanan setapak berbatu, hingga jalan lintas provinsi yang beraspal mulus hingga berlubang seperti kubangan.

Alhamdulillah, kebahagiaan buat saya dan istri saya sangat sederhana…

Karena Allah tahu persis, orang model kayak saya tidaklah terlalu ‘nyaman’ menikmati kebahagiaan yang mewah dengan segala kelimpahruahannya. Takut malah kikuk, salah tingkah, dan bikin malu saja. Maka, dalam kesederhanaan sajalah kebahagiaan itu muncul pada saya dan istri saya.

Hanya berboncengan sepeda motor saja, bahagianya bukan main. Apalagi ditambah jajan gorengan dan minum teh dalam botol yang dingin. Wuihh… seger! walau hanya melintas muter di jalan boulevard real estate dekat rumah, rasanya sudah seperti memiliki sebuah rumah di situ. Melihat orang berpasang-pasangan di pinggir jalan (berpacaran tentu saja), saya sering sengaja turut berhenti di sebelahnya. Bercanda seperti orang-orang di sebelah saya. Bedanya saya dan istri saya, halal semua…

Ketika istri saya beberes rumah, dengan senang hati dia akan memanggil saya untuk membakar sampahnya. Betapa murahnya kebahagiaan itu. Membakar sampah, adalah kebahagiaan saya yang tak terkira. Bermodal korek api, sedikit minyak tanah, dan timbunan sampah. Saya bisa betah hingga sampah tak bersisa dan tinggal abunya. Ketika baju dan badan saya luar biasa bau sangitnya, istri saya akan memperlakukan saya seperti anak kecil, “Cepet ganti bajunya, mandi…”

Bila saya harus silaturahmi ke saudara yang agak jauh. Saya yang gendut ini, seringkali tak kuat menahan lapar dan kantuk. Maka, biasa betul saya membelokkan sepeda motor ke masjid, untuk tidur sebentar. Dan istri saya tahu apa yang harus dia lakukan, membaca atau jalan-jalan di mal kalau kebetulan dekat mal. Atau bila saya lapar, walau sudah dekat, saya sering tak kuat, maka tempat makan pun jadi tempat berhenti yang membahagiakan.

Saya tak bisa bilang kebahagiaan apa lagi yang mau saya minta pada Tuhan…

Malu rasanya. Meminta, meminta, dan meminta saja maunya.

Padahal, tanpa meminta pun, semua sudah disediakan-Nya. Saya bersyukur, masih bisa membuat istri tertawa di saat tagihan telepon, listrik, internet, air, dan kredit sepeda motor, membelit rumit. Saya bersyukur masih bisa bercanda dengan istri saya pada saat-saat paling genting dalam kehidupan rumah tangga, bersosial, dan bertetangga. Saya tidak tahu ayatnya apa, yang jelas saya meyakini semuanya…
Kepada manusia, Allah sudah berikan semuanya. Tinggal kita mensyukurinya atau mengingkarinya. Dan bagaimana caranya, itulah seni menikmati kebahagiaan itu… Walau hanya bercanda di tangga masjid pada sebuah senja…

0 komentar:

Post a Comment