6:47 PM

~ Nggak Asyik, Lu… (1)

Beberapa hari ini, Erte Mbambung sering banget ngomong, “Nggak asyik, lu…” Tentu saja hal ini membuat Dul Kenyut meraba-raba, menduga-duga, dan mau nggak mau berprasangka. Apakah ada yang salah dengan dirinya, ada yang tidak sejalan dengan maksud dan pikiran erte kacrutnya, atau ada yang sedang bergolak dalam dirinya, keresahan yang membuatnya sulit lagi percaya, atau itu ungkapan perasaan kecewa…

Kemaren dia bilang pada Sumi waktu ngasih kopi padanya, “Nggak asyik, lu…”

Tentu saja wajah Sumi yang mestinya segar, seperti sayuran baru dipetik jadi kalang kabut tak beraturan. Merahnya merona, ronanya memerah. Dul Kenyut pun nggak paham dalam kekagetannya. Nggak ada peringatan, nggak ada sinyal, dan nggak ada tanda-tanda, tiba-tiba erte kacrut nyeplos aja kayak bola masuk ke gawang yang kipernya ngantuk.

Kemarennya lagi, Erte Mbambung juga ngomong, “Nggak asyik, lu…”

Kali ini tertuduhnya nggak tanggung-tanggung. Mak Eroh! Edan, orang tua, orang yang sangat tahu dan mengabdi padanya, kok tega-teganya dibilang nggak asik. Mungkin karena lebih tua, lebih mapan pikirannya, Mak Eroh rileks saja mendengarnya. Nggak ditanggapi. Tetap saja, kopi spesial untuk erte kacrutnya tak berubah adukan, adonan, dan nasgitelnya.

Eh, semalam… Dul Kenyut kebagian juga. Tiba-tiba Erte Mbambung duduk di samping anak sekolahan itu, dan bilang dengan muka lempeng dan intonasi nyebelinnya, “Nggak asik, lu…”

Dul Kenyut dengan jiwa mudanya yang heroik, spontan, dan kadang kurang perenungan, mau menang sendiri, serta nggak mau disalahkan pun melawan.

“Lu kenapa sih, Te…” Dul Kenyut nyolot, “Mak Eroh, dibilang nggak asyik, Sumi yang mulai cantik, lu bilang nggak asyik, eh… sekarang saya dibilang nggak asyik. Apa salah saya, salah Mak Eroh, salah Sumi?”

“Biasa aja, kaleee…” sahut Erte Mbambung santai. Nyender terus nyelonjor.

“Harus ada penjelasan, Te! Klarifikasi! Tabayun…” kejar Dul Kenyut.

“Pikir aja sendiri, sayang tuh otak lu nggak kepake, mubazir… kufur nikmat ente…”

Edan! Ini udah gila! Erte Mbambung sudah keterlaluan. Dia harus bersekongkol dengan Mak Eroh dan Sumi untuk meminta pertanggungjawaban erte kacrut sedunia itu. Dul Kenyut jelas nyaris menyala ubun-ubunnya saking marahnya. Ketika baru saja Dul Kenyut berdiri, niat untuk meninggalkan ertenya, eh…

“Nggak asyik, lu…” kata Erte Mbambung.

Kali ini Dul Kenyut hilang kendali. “Lu juga nggak asyik, Te…” Langkahnya panjang-panjang meninggalkan karibnya. Dadanya bergemuruh seperti Merapi. Kali ini Erte Mbambung nyebelin banget buatnya. Ngaconya udah stadium empat!

Kadang persahabatan pun harus diuji, benarkah kita tulus, benarkah kita tanpa pamrih… benarkah kita sudah mencintainya seperti saudara sendiri? Bukan karena kepentingan yang bisa ditunggangi demi keuntungan sendiri. Dan Erte Mbambung sambil cengengesan sedang menguji Dul Kenyut yang sudah semakin nyaman menjadi beban bagi dirinya… Walau bagi Erte Mbambung pasti nggak masalah dan asyik-asyik aja…

Sekali waktu, kita memang harus punya waktu untuk berpikir, mereposisi tempat kita sebaik-baiknya. Biar kita tahu, di mana posisi kita yang paling tepat! Menjaga harmoni tanpa saling membebani… apalagi saling menunggangi.

0 komentar:

Post a Comment